Senin, 28 Desember 2015

Eropa Trip, Jerman & Swiss -Bagian 5 Transit 8 Jam di Amsterdam

Hari ini adalah hari terakhir liburan kali ini. Pagi jam 8 kami naik kereta dari Muenster. Keretanya kosong banget karena haru itu hari Natal. Di kereta ini ada orang antik yang nekat ngak beli karcis, dia dengan bahasa inggris yang ndak fasih dan tebakan saya dia minta tukaran tempat duduk ama saya...saya bilang aja "can not, my ticket already validited" dan dia kabur lagi ke belakang (gerbong saya gerbong paling depan yang satu gerbong dengan masinis).....tiket di kereta ini memang paling ketat karena ada validasi kartu kredit, sebelumnya belum pernah...atau mungkin juga petuganya memang lagi nyari nih orang...kereta ini tujuan Wina dan bisa jadi nih orang mungkin mau ke negara lain....ngak lama saya dengar dari arah WC  petugas nangkep dia.
Setelah 1 jam naik kereta ini kami berganti kereta di Duisburg lalu setelah 1.5 jam ganti lagi di Ultrech yang sudah termasuk wilayah Belanda dan jam 11.40 tibalah kami di Schipol Airport, Amsterdam.
Kami langsung cari tempat check in lalu lanjut ke check in baggage...KLM canggih nih, semuanya dilakukan kita sendiri di mesin.
Kami lalu isi perut dulu di Terrace Cafe dengan pemandangan pesawat-pesawat yang parkir. Setelah itu kami balik ke arah Schipol Plaza dimana titik tengah antara airport, train dan toko-toko.
Kami beli tiket kereta di mesin untuk airport-amsterdam central return, bayarnya kalau mau cash harus dengan coin, jadinya saya pakai kartu kredit deh bayarnya karena koinnya kurang banyak. Perjalanan dari airport ke Amsterdam Centraal sekitar 20 menit naik kereta. Sesampainya di Centraal saya langsung cari hop hop...tadinya mau combine bus dan canal bus tapi keliling naik canal bus sudah cukup juga buat saya liat kota ini.
Selama keliling kanal, saya hanya stop di museum quater yang ada tuIisan "I Amsterdam", lalu dengan kapal melewati beberapa kanal, ada kanal tertua, kanal tersempit dan beberapa obyek yaitu jembatan Skinny (Magere Burg) yang terkenal, gedungnya Heinaken, City Hall dan tentunya rumah-rumah penduduk dan toko yang tidak lebar tapi bertingkat 3 sampai 4 dengan desain jendela yang makin kecil untuk lantai yang lebih atas sehingga memberi kesan luas.
Pengalaman naik kanal boat bus tidak boleh dilewatkan karena kanal Amsterdam yang mendapat julukan Venesia dari Utara ini, memiliki kanal yang antik yang dibangun sejak abad ke 17, kanal-kanal tersebut kalau dilihat dari udara berbentuk setengah lingkaran yang selain berfungsi mengendalikan air juga sebagai sarana transportasi.

Saya mendapat kesan tersendiri dengan orang-orang Amsterdam, mereka lebih terlihat welcome dengan orang Asia daripada bule-bule lainnya yang pernah saya temui di negara lainnya...mungkin karena mantan penjajahnya ha...ha... Mereka yang kerja berhubungan dengan turis juga banyak yang bisa bahasa Indonesia...petugas imigrasi aja ramah banget ucapin selamat pagi...salah sih harusnya selamat sore, tapi at least dia udah usaha... Kata teman saya orang Amsterdam juga yang jago bahasa Jerman...jadi disini ati-ati yah jangan ngomongin orang sembarangan.
Sepeda juga tampak dimana-mana tapi mereka orang Amsterdam mirip dengan orang mantan jajahannya, kurang tertib dalam berlalu lintas, yang nyerobot lampu merah lumayan banyak.
Suasana natal disini saya rasakan tidak sekental di Jerman dan Swiss...hhmm atau saya yang kurang hunting tempat-tempatnya.tapi sih pelayan toko pada ucapin Mery Xmas.
Waktu 8 jam transit ini menjadi sangat berharga karena saya biasa lihat-lihat kota Amsterdam.

Belanja makanan juga saya lakukan disini, di supermarket Heijn di Schiphol Plaza...Cuma beli sedikit coklat dan stroopwafles, agak bikin ribet juga pas transit di KL...enakan kan jalan bawa 1  tas doang tanpa 1 plastik, tapi ngak kebayang kalau belanja makanannya di Swiss atau Jerman...diupahin juga ogah, prinsipnya itu koper ngak boleh berkembang, barang yang diisi harus sama dengan barang yang keluar...yang saya cari dalam jalan-jalan adalah merasakan kehidupan masyarakat lokal dan menikmati pemandangan, bukan shopping apalagi disuruh ngejar oleh-oleh. Saya suka banget kalau mau jalan-jalan ada teman yang bilang "have a nice holiday" seperti kebiasaan orang bule, bukan bilang "jangan lupa oleh-olehnya" atau "nitip ....".

Pesawat kami KLM, seperti berangkatnya transit di KL. KLM cerdik lakukan ini karena penumpang Jakarta-Amsterdam sangat sedikit tapi ke KL banyak, jadinya Jakarta-KL mereka terima penumpang rute pendek ini dan penumpangnya banyak karena harga tiketnya ngak mahal.

Demikianlah akhir cerita jalan-jalan 10 hari, 8 malam tanggal 16-26 Des 2015, di sebagian benua Eropa kali ini, puas melihat pasar natal di Jerman dan Swiss, sementara salju baru merasakan yang di gunung...untung masih lembut karena belum lama saya datang habis turun salju tapi merasakan yang alami menetes langsung dari langit belum kesampaian...kapan-kapan hunting lagi deh.

Oleh Kumala Sukasari Budiyanto

Eropa Trip, Jerman & Swiss - Bagian 4 Münster, The Bicycle and Church City of Germany

Kami berangkat ke Münster (Muenster) dari Zürich dengan berganti 3 kali kereta dan kali ini di salah satu kereta kami seruangan dengan penumpang lain yang membawa doggy...doggy coklat kecil dan dia sangat anteng kecuali saat temennya lewat, doggy putih keriting.
Naik kereta di Jerman dan Swiss memang ngak layak bawa tas besar, maksimal yang medium karena semua keretanya ada anak tangga sekitar 3-4 anak tangga...jadi ngak mungkin banget bawa yang tas gede. Tempat penyimpanan tas juga mengandalkan rak diatas...bule-bule sih pada cuek taruh tas koper di rak itu...nah saya yang kecil susahlah...jadilah taruh di kolong meja dan kalau pas banyak yang kosong ngak masalah bisa taruh dimana-mana. Tapi kereta ketiga yang dari Manheim ke Muenster cukup padat dan untungnya ada celah di bangku beberapa baris di depan saya jadi bisa taruh disana.

Reserve seat juga sebaiknya dilakukan terutama saat menjelang natalan dimana banyak bule-bule pulang kampung he...he... Di kereta, untuk bangku yang sudah di reservasi ada tandanya di layar elektronik, ada tujuannya dari mana ke mananya. Jadi yang belum reserve seat bisa memilih bangku yang tidak ada tandanya atau yang rute tercatat di layar masih jauh...tapi rasanya agak susah. Saran saya reserve seat dan beli 3 bulan sebelumnya sehingga bisa dapat 1st class dengan harga murah dan bahkan bisa lebih murah dari 2nd class jika belinya sudah dekat waktunya.

Petunjuk keberangkatan kereta antar kota di Swiss berbeda dengan di Jerman. Di Swiss hanya ditulis tipe kereta (IC, RE, dan lainnya) dan nama kereta biasanya tujuan akhir kereta (tujuan yang dilewati ada yang ditulis tapi sebagian dan ada yang tidak sama sekali). Kalau di Jerman lebih mudah karena nomor kereta ditulis juga.

Kereta kami ke Muenster (kereta dengan tujuan akhir ke Hamburg) ramai, mungkin karena 22 Des, menjelang natal...kereta saya sebelum-belumnya cenderung sepi. Keretapun tiba di Muenster agak terlambat. Jadi, satu hal lagi kalau trip di high season, sediakan waktu transit yang lebih panjang jika kita naik kereta yang ada transitnya karena kemungkinan terlambatnya terjadi, menurut saya minimal 20 menit.

Setibanya di kota Muenster, kota di Jerman yang dekat dengan Belanda (3 jam naik kereta), saya dijemput oleh Ami, teman sekantor saat di BIA, dia telah 12 tahun tinggal di kota ini. Kami langsung jalan ke arah Hotel Kaiserhof tempat saya menginap. Di dekat stasiun ada parkiran sepeda cukup besar... Ya, kota ini memang bicycle city-nya Jerman. Banyak orang yang naik sepeda disini, hampir mirip dengan di Amsterdam. Disini jalanan untuk sepeda biasanya ditandai warna merah.
Hotel Kaiserhof sebenarnya letaknya persis di seberang pintu stasiun tapi karena stasiun lagi diperbaiki maka jalannya agak memutar. Sebelum ke hotel kami mampir di toko yang menjual berbagai karcis termasuk tiket bus, kami beli yang on day harganya 4.5 euro. Beli tiket sebenarnya bisa juga langsung di bisnya tapi mumpung ada waktu dan sekalian lewat maka kami beli disini.
Setelah check in, kami pergi mancari tempat makan dekat hotel. Pilihan ke rumah makan asia...disana terpampang menu nasi goreng...hampir saja saya salah...kata Ami kalo di Jerman itu yang namanya nasi goreng itu nasi goreng curry... Hhmm bule Jerman mengira tuh semua orang asia suka curry....saya juga teringat KLM, menu Asia nya curry melulu.
Setelah kenyang makan, kami mencoba beli donat...wah enak sekali donatnya...donat di Jakarta lewat rasanya...padahal ini yang jual toko bakeri biasa...besoknya kami beli di toko lain juga enak banget donatnya.

Satu Hari Keliling Kota Muenster
Jam 9.30, Ami jemput kami di hotel. Kami jalan kaki ke arah Altstadt (kota tua) dan baru memasuki bagian pinggir sudah disambut oleh banyaknya gedung gereja... Ya, sesuai nama kotanya Muenster yang artinya gereja. Gereja terbesar disini adalah St Paul's Cathedral yang terletak di tengah kota di daerah Horsteberg. Bagian dalam gereja khatolik ini cantik ornamennya, gereja juga luas dan di dalamnya ada kuburan beberapa pimpinan gereja, kuburannya bagud seperti taman.
Gereja berikutnya yang besar dan bersejarah adalah St Lamberti Church yang dibangun tahun 1375-1450 yang terletak di ujung jalan tertua kota ini, persis di ujung Prinzipalmark. Di menara gereja ini dahulu pernah digantung 3 orang pemimpin gereja Anabaptists...keranjangnya masih tampak pula hua....
Uniknya lagi, gereja ini memiliki penjaga menara (Trümer) dan saat ini adalah seorang wanita (Trümerin). Dia setiap setengah jam dari jam 9-12 malam membunyikan sangkakala (kecuali Selasa off). Hebatnya nih cewe tiupnya di atas menara yang dekat kerangkengan yang dulu bekas menggantung 3 orang itu. Gereja sih gereja tapi kalau di atas menara gereja tua malam-malam...harus kuat iman juga ha...ha... Btw, Ami pernah tuh dengar suara sangkakalanya.
Tradisi adanya penjaga menara gereja katanya ada sejak abad 14 dan Münster memiliki penjaga menara sejak tahun 1950.
Perjalanan kami lanjutkan dengan menyusuri Prinzipalmark. Awalnya saya pikir toko biasa aja disini, ternyata lumanyan banyak yang branded.
Selain toko, disini ada Rathaus (Town Hall) yang dulunya gedung bersejarah ditandatanganinya perjanjian damai di abad 14 di zaman masa kerajaan Westphalia.
Masih di daerah kota tua, kami mampir ke Karlstad di Salzstrasse (jalan Salz), dept store besar yang berdiri sejak tahun 1881. Saya nemu jaket panjang light dowe murah banget hanya 56 euro...dibeli deh jadinya...jaket light dowe itu sangat ringan tapi sangat hangat dan yang penting bisa dilipat kecil banget sehingga di koper bisa menggantikan space tisue dan underwear kertas yang sudah terpakai.
Kami juga mampir ke toko buku Poertgen Herder...saya mau cari buku anak-anak bahasa Jerman buat belajar....saya membeli yang 1 buku tingkat awal banget karena baru segitu levelnya dan 1 buku cerita Heidi yang ada CD nya. Di perpustakaan Goethe ada buku-buku cerita anak tapi susah kan kalau mau corat coret dan juga biar ada kenang-kenangan.
Selama jalan-jalan di Altstad, kami banyak melihat pengamen cilik....ini anak-anak iseng aja dalam rangka natalan dan bukan orang susah. Itulah salah satu ciri khas natalan di kota ini.
Oh ya, ada 1 kebiasaan orang Jerman yang beda dengan kita, tisue bekas lap buang air itu langsung masukkan ke kloset, tissue mereka sudah di desain larut di air. Hhmm, makanya di wc umum saya hanya lihat tempat untuk bekas pembalut saja.
Sebelum lanjut keliling, kami makan ayam panggang, salah satu khasnya makanan Jerman di daerah Altstad.
Setelah kenyang kami lanjut keliling kota keluar dari daerah Altstad. Pertama ke pusat administrasinya kampus terkenal di kota ini yang merupakan universitas terbesar ketoga di Jerman, yaitu University of Münster atau dalam bahasa Jermannya terkenal dengan sebutan Westfälische Wilhelms Universität, Münster (WWU) yang memiliki kampus di berbagai wilayah kota ini. Gedung yang kami foto ini dulunya bekas istana dan sampai saat ini terkenal dengan sebutan Schlossplatz.
Kemudian kami lanjutkan jalan kaki ke Aasee (danau Aa, baca Aa nya disambung yah kalau diputus a a adalah sebutan anak-anak Jerman kalau mau buang air besar). Dalam perjalanan ke danau, kami melewati bekas benteng dan sungai dimana ada yang memancing, kata Ami di Jerman mau mancing harus ada ijin dan juga kursusnya karena ngak semua ikan disini boleh dipancing. Ngak jauh dari sungai ini, kami dapat melihat tepi danau yang memiliki ciri khas patung 3 bola besar adalah tempatnya warga untuk jogging, jalan-jalan santai, main kano dan bahkan ber-barbeque ria. Kalau summer katanya ada boat kecil yang bisa mengajak kita keliling danau.
Dari danau ini, awalnya kau keliling kota naik bis tapi karena ada waktu kami mampir ke kebun binatang...ngak masuk hanya foto di depannya aja. Allwetterzoo dengan patung siluet jerapa antik ini bersebelahan dengan musium tentang alam, Westfaliches
Pferdemuseum. Dalam perjalanan ke zoo ini dengan bus no 14, kami melewati rumah-rumah cantik...tidak besar tapi rapih dan asri.
Trip hari ini kami akhiri dengan malam natalan di rumah Ami. Kami sengaja (ehh bus memang udah ngak ada) turun di jalan yang agak jauh dari rumahnya Ami sehingga kami juga bisa puas melihat daerah Grüner Finger ini...kami lewati mulai sekolahan anaknya yang besar, bekas sekolah TK anaknya yang kecil, area taman bermain, gereja, lalu ada beberapa jalanan yang diapit rentetan pohon sehingga tampak cantik.
Dalam perjalanan ini, saya juga sempat lihat salah satu rumah berupa apartemen 2 lantai yang 2 tahunan lalu masih dipakai tempat tinggal tentara Inggris dan sekarang jadi rumah untuk pengungsi Suriah...apartemannnya bagus, tapi ada yang aneh, beda dengan rumah orang Jerman di sekitarnya...lampu apartemen terang benderang, mereka belum terbiasa hemat listrik seperti orang Jerman sehingga rumah orang Jerman tampak redup dari luarnya.
Natalan di rumah Ami dimulai dengan makan-makan, lalu kedua anaknya main organ, biola dan trambolin...buka kado deh anak-anaknya.
Kami kembali ke hotel diantar Ami dan suaminya...kalau naik bus udah ngak bisa, di malam natal bus hanya ada 1 jam sekali belum lagi di daerah stasiun di mana hotel saya berada suka banyak orang-orang asing, ngak jelas dari pengungsian atau dari mana....begitulah suasana dekat stasiun, di Berlin juga wajah-wajah asing banyak di stasiun (bahnhof) tapi jauh lebih sedikit. Pemandangan 1-2orang pengemis juga ada di stasiun, menurut info pemerintah ada sediakan tempat untuk mereka tapi entah mengapa mereka lebih suka seperti ini.

Oleh Kumala Sukasari Budiyanto.

Eropa Trip, Jerman & Swiss - Bagian 3 Zürich, Lucerne, Titlis

OPerjalanan saya dari Berlin ke Zürich diwarnai oleh salah turun stasiun transit di Basel. Harusnya saya turun di Basel SBB tapi saya turun di Basel Bad. Untung masih ada kereta lainnya 1 jam kemudian dan tidak dikenakan biaya tambahan.
Saat menunggu kereta yang ini juga hampir bablas karena kereta pindah dari Gleis (peron) 3 ke 2. Saya ngak berasa ada pengumuman atau yah kuping saya yang masih pangsit dengan bahasa jerman seperti logat bicara saya yang masih hancur sehingga orang jerman suka bengong kalau saya ajak bicara ha..ha... Tapi untungnya bp tua yang tugasnya ngantar barang ke gerbong restaurant kereta teriakin saya, sambil kasih isyarat dan bicara bahasa jerman yang saya ngak jelas apa maksudnya. Thanks deh ama bp ini...kalau ngak bablas dah.
Stasiun kereta ternyata bukan Basel saja yang harus kita hati-hati dimana ada Basel Bad (wilayah Jerman) dan Basel SBB (wilayah Swiss), stasiun dengan nama Rheine juga ada 2, Rheine dan Rheine Mesum. Jadi berikutnya saya harus bikin list down deh stasiun apa aja yang dilewati, apalagi trip berikutnya transitnya akan lebih banyak.
Setibanya di Zürich Main Station, saya langsung ke counter tiket SBB untuk validasi tiket 72 hours Zürich Card yang sudah saya beli online tapi ternyata ngak perlu.
Saya langsung naik Trem no 4 ke arah hotel Novotel City West. Transportasi umum di Swiss juga sama dengan Jerman, tidak ada pengecekan tiket saat naik dan turun tiket...pemeriksaan dilakukan petugas hanya secara sampling dan jika tertanggap tidak bayar tiket, di denda 100 CHF. Selama saya 3 malam di Zürich, saya membeli 72 hours Zürich Pass dan selama naik turun Trem ngak pernah kena sampling pemeriksaan tiket.
Hari pertama di Zürich praktis hanya menghabiskan sisa waktu di hotel. Hari berikutnyalah.penjelajahan dimulai.

Keliling Kota Zürich dengan "Guide Pribadi"
Jalan-jalan sambil ketemu teman lama punya keasyikan tersendiri, apalagi temannya bersedia ngantar jalan-jalan...praktis dijamin ngak nyasar karena dia "penguasa daerah" yang akan kita kelilingi.
Keliling kota Zürich, saya diantar teman sekantor saat di BIA, Iin. Kami lebih banyak jalan kaki dengan beberapa kali naik trem. Rute dimulai dari Zürich Main Station ke jalan Banhofstraße yang penuh dengan toko-toko, mulai high sampai midle branded. Ada yang ngak biasa dalam pandangan mata saya, toko branded yang high brand ngak sekeren di Jakarta, malah ada yang di dept store yang ngak segede Harrods, London dan Kadewe, Berlin. Tampaknya semua high brand berjajar bersaing di jalan ini. Middle brand juga banyak ditemui juga di jalan Bahnhofstraße ini. Toko coklat juga banyak ditemui di daerah ini.
Belum sampai ujung jalan Bahnhofstraße, kami naik trem dan turun di Bürkliplatz dimana terdapat Lake Zürich dengan pemandangan angsa dan burung putih di pingirnya dan pemandangan perumahan di seberang danau, perumahan mahal di Swiss yang mendapat julukan Gold Küste (Gold Coast).
Dari sini kami menyeberang jalan ke arah Altstadt (kota tua) nya Zürich. Tepat di seberang Bürkliplatz terdapat pasar natal dan saya mencoba maka Gluhwein, minuman khas natal yang rasanya antik wine tapi manis ada rasa rempah-rempah.
Di Altsatd banyak terdapat kios-kios yang menjual beberapa produk dan juga ada tempat makan. Kami mencoba makanan khas Swiss, Käse fondue di Restaurant Chuchi di Rosengässe 10, am Hirchenplaz. Potongan roti semi gandum yang agak keras dan dipotong kotak-kotak kecil dicelupkan makannya ke kuah keju panas yang dicampur sedikit wine. Agak antik rasanya dan membuat saya kenyang sampai malam hari ha...ha...
Setelah makan kami jalan ke arah Großmüenster, gereja protestan yang dibangun pada abad 12. Bagian dalam gereja tampak klasik tapi sederhana jika dibandingka gereja tua khatolik yang pernah saya lihat. Diseberang gereja ini terdapat gereja Fraumüenster Abbey dengan dibatasi sungai Limmat.
Kami lalu berjalan ke arah Rathaus (kantor pemerintah daerah) di jalan Turbinenstraße dan ngopi di Rathaus Cafe.
Dari sini kami lanjut jalan ke arah main station dengan melewati beberapa pasar natal kecil. Kami lihat penjual pohon natal asli dan juga panggung choir yang berbentuk pohon natal.
Perjalanan kami akhiri dengan melihat pasar natal di main station. Ada pohon natal klinclong dari swarorski yang terbuat dari 7.000 item swarorski.
Selama perjalanan kami banyak diterpa hujan gerimis, orang-orang swiss banyak yang cuek aja jalan dibawah hujan gerimis tanpa topi...kalau saya pakai tutupan kepala dari jaket saya aja. Tapi heran ngak pilek padahal hujan-hujanan. Kata teman saya juga begitu, mereka selama ini ngak ada yang pilek dan flu habis ujan-ujanan... Hhmm kesimpulan sementara saya berarti yang bikin pilek itu bakteri di udaranya.
Di Swiss udara memang enak, saya yang saat datang dari Jerman ada gejala batuk pilek, saat di Swiss langsung sembuh padahal vitamin yang diminum ngak berubah sejak pertama kali trip.
Di Zürich, doggy juga nemiliki kemanjaan yang sama di Jerman. Kali ini saya melihat pemandangan doggy shopping di Zara. Disini memang boleh bawa anjing kemana-mana tapi sang pemilk harus membersihkan kotoran jika anjingnya sampai buang kotoran...suatu pemandangan yang antik.

One Day Tour - Lucerne & Mount Titlis
Saya ikut tour Best of Switzerland www.switzerland-tours.ch untuk merasakan salju di Mount Titlis. Cuaca agak aneh, harusnya saat ini sudah sering turun salju tapi ini tidak...kata teman saya, sepertinya pohon natalnya kudu pakai kapas seperti di indo ha..ha... Karena salju ngak turun, mau tak mau saya cari ke gunung yang tinggi yaitu ke Mount Titlis.
Awalnya saya mau tidak ikut tour tapi karena ikut tour bisa lebih hemat waktu sehingga bisa mampir Lucerne, maka saya pilih ikut tour.
Tour berkumpul di terminal bus Pulo Gadung...salah...maksudnya Sihlquai Terminal, ngak jauh dari Hbf. Terminalnya ngak besar, rapih dan ada wc portable yang bersih bentuknya silinder dan bayar 1 CHF.
Peserta tour seperti biasanya dari aneka bangsa dan banyak yang non bule dan kelakuan seperti biasa...ada yang tukang jam karet, tukang serobot. Ada pula 1 opa dari amrik yang ditemani cucunya, nekat ke Titlis padahal jalannya sudah pakai walker. Kalau naik bus selalu bilang, "Yes, I can". Beruntung guide nya baik dan ternyata di Titlis ada sarana lift untuk yang ngak bisa naik tangga...tapi saat naik cable car yang step 1 tetep aja ngeri liat si opa karena kereta gantung kecil kan harus cepat naik turunnya. Kalau step 2 dan step 3 yang Rotair masih ok. Hhmmm...makin bikin saya yakin, harus jalan-jalan nya di kala muda!
Dalam perjalanan ke Lucerne kami melewati Albis Pass dan berhenti sebentar di Lion Monument yang didirikan untuk menenang tentara bayaran Swiss yang tewas saat melawan French King pada tahun 1793.
Sekitar 45 menit perjalanan, sampailah kami di Lucerne. Tipe kotanya mirip altstat nya Zürich, ada kota tua dengan jalanan berbatu yang dipisahkan sungai yang namanya Reuss dan juga memiliki danau yang namanya Lake Lucerne.
Angsa putih liar juga banyak disini seperti di Burkliplaz, Zürich.
Kami diberi waktu 1 jam an untuk keliling kota tua nya Lucerne dan setelah itu lanjut ke Engelberg....dalam perjalanan banyak pemandangan cantik.
Setelah satu jam perjalanan, sampailah di Engerberg dan langsung naik cable car 3 kali seperti yang saya ceritakan sebelumnya.
Di puncak teratas, ada satu gedung berlantai 5. Di lantai wiss dan lantai 5 adalah akses tempat main salju, kita bisa jalan-jalan di atas salju dan buat yang suka bisa juga naik flyer.
Pemandangan disini jadi antik karena ada salju tapi langit sangat cerah, suhu juga hangat untuk ukuran gunung salju, hanya 0 derajat. Saya pakai long john dan jaket light dowe kagak berasa kedinginan sama sekali, kaos tanganpun kadang saya lepas....he..he..udah berbakat jadi beruang kutub.
Bahkan saat kami pulang ada sunsetnya...lalu ngak lama lagi muncul bulan yang bulat sempurna...benar-benar antik.
Hhmm...akhirnya saya berhasil memegang salju tapi belum berhasil merasakan hujan salju turun....alamat saya berburu lagi dah tahun-tahun berikutnya ha...ha...
Perjalanan balik ke Zürich selama 2 jam kurang tak terasa dan saya lanjut jalan-jalan sebentar di Bahnhofstraße yang gemerlap cahaya.
Dua hari pengalaman di Swiss, saya menemukan pramuniaga disini ramah banget tapi suka ngobrol lama saat melayani customer kalau ada temannya yang interrup...mungkin penting sih...bahasa Jerman saya masih pangsit sih dan mungkin juga mereka bukan bicara bahasa Jerman karena di Swiss ada 4 bahasa.
Disini juga ada wajib militer seperti di Singapore. Lalu wilayah-wilayahnya dibagi-bagi dengan nama Kanton. Transportasi umum disini memadai, untuk dalam kota ada Trem atau bis. Di Zürich transport dalam kotanya adalah Trem.
Oh ya, belum cerita produk khas Swiss. Selain coklat, jam kukkuk layak dibeli. Saya aewalnya ngak mau beli tapi pas di Lucerne, itu jam serasa memanggil minta dibeli ha..ha..saya beli yang terkecil karena mau naik turun kereta maka tas ngak boleh berat-berat biar nyaman jalan-jalannya ha..ha.. Harga jam kukkuk bervariasi antara 65-300 CHF.
Hari ini malam terakhir di Swiss, besoknya berankat balik ke Jerman, tapi ke kota lainnya dimana ada teman saya tinggal, Muenster yang merupakan Bicyle City nya Jerman (ceritanya lihat di artikel berikutnya).

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto

Eropa Trip, Jerman & Swiss - Bagian 2 Berlin, Kota yang Tidak Melupakan Sejarah

Saat tiba di Berlin jam 10 pagi, saya langsung membeli Berlin Welcome Card dan langsung saya pakai naik TXL Bus yang rutenya airport-haufbanhof (hbf/statiun kereta utama) alexanderplaz. Saya turun di hbf  dan hotel tempat menginap saya Ibis Berlin Haufbanhof hanya beberapa langkah saja letaknya di seberang hbf.
Saat sampai kamar...itu tempat tidur sangat mengundang...rasanya jadi ngantuk banget dan karena didukung boleh early check in karena ada membership membuat saya beneran tidur seharian, awalnya mau tidur 3 jam aja tapi bablas ampe malam dan lanjut paginya....badan pun jadi kelebihan tenaga ha..ha...
Hhmm...saya memang rada kebiasaan sih kalau hari pertama trip suka males-malesan ha..ha..

Day 1, Schloss Sansauci,Postdam-Branderburgertor-Checkpoint Charlie-Postdamerplaz
Schloss Sansauci, Postdam
Postdam adalah kota kecil tidak jauh dari Berlin, hanya 30 menit naik kereta dari Berlin dan merupakan kota bersejarah karena merupakan pusatnya kerajaan Prusia, kerajaam yang berkuasa sampai abad 18 sebelum masuk ke zaman pemerintahan baru.
Di kota Postdam terdapat istana (schloss) Sansauci yang terkenal. Bagian luarnya ada taman cantik dan istana terletak diatasnya dengan pemandangan banyak anak tangga. Untuk masuk ke dalamnya bisa ikut tour....ini agak antik tournya pakai audio guide aja tapi masuknya harus dalam rombongan yang terjadwal.
Bagian dalam istana walau tidak seluas dan sekeren Winsor Castle di Inggris, istana ini cantik juga, penuh lukisan dan interiornya berkelas dan kreatif...katanya Rajanya, Raja William memang katanya artistik. Saya suka ruangan dengan tema taman.

Branderburger Tor
Gerbang tanda perdamaian pada masa zaman kerajaan Prusia ini terletak di pusat kota Berlin. Yang dilakukan disini hanyalah berfoto ria.

Checkpoint Charlie
Disini letak perbatasan Jerman Barat yang dikuasai Amerika dan Jerman Timur yang dikuasai Rusia. Checkpoint Charlie sendiri merupaka kode pos C (charlie) dari pos Amerika. Disini kita bisa berfoto dengan orang berpakaian tentara dengan memakai bendera Amerika. Tidak jauh dari pos ini ada Checkpoint Charlie House dimana kita bisa membeli souvenir dan melihat keterangan sejarah.

Postdamer Plaz
Disini ada beberapa tempat makan tapi saya hanya berfoto ria saja dengan latar pohon natal yang tinggi.
Disini letaknya Sony Center. Saya kesini cuma karena penasaran dengan bentuk gedungnya yang miliki atap tinggi di bagian tengahnya.

Hari pertama saya agak kacau jadwalnya karena saya agak mabok dengan transportasi di Berlin, mungkin karena review saat buat itinerary kurang tapi memang di stasiun Fredriecstrasse bikin pusing karena kereta S7 walau sama-sama S Bahn, tidak terletak di satu lokasi dengan S-Bahn nomor lainnya. Belum lagi agak shock ada orang mabok masuk kereta. Ceritanya saya mau menghindari dia turun kereta...ehh dia ternyata turun juga di stasiun itu... Halah malah kereta berikutnya masih 5 menit lagi...untung aman ngak diganggu, dia cuma mabok sendiri aja.

Transport di kota Berlin ada S-bahn, U-bahn (underground), M (trem) dan Bus. Bus yang strategis adalah bus 100 dan 200 yang rutenya melewati Reichstag-Branderburgertor-Musium Insel-Alexanderplatz.
Naik transportasi di Berlin ngak perlu validasi hanya perlu saat pertama, setelah itu bablas masuk ke sumua pilihan transportasi, tidak ada mesin tiket.
Bisa ngak bayar donk...jangan dicoba yah karena akan ada petugas yang melakukan sampling pengecekan. Selama saya mondar mandir naik transportasi umum, hanya 1 kali ketemu petugas yang mengecek.
Ada satu hal yang unik dalam naik transportasi di Berlin. Makan dan minum ngak boleh di dalam kereta tapi bawa sepeda dan doggy boleh.

Hari pertama tiba sampai siang hari pertama jalan-jalan, saya juga mabok gas, karena lupa bilang yang still atau ohne Kohlensäure waktu beli air minum...kalau di Jerman kalau bilang beli air (wasser) harus dengan tambahan penjelasan ini, kalau tidak dikasih yang ada gasnya...seperti sprite tapi tawar dan gasnya ngak sekuat sprite. Andai sudah kebeli air ini dan tidak suka, buka saja botolnya atau taruh air di gelas semalaman, nanti gasnya hilang dan air kembali normal tapi ada rasa sedikit.
 
Day 2, Berlin Mauer-Reichstag-Musium Insel-Alexanderplaz-Kadewe
Hari ini rute transportasi sudah terasa lebih mudah karena sudah pengalaman di hari kemarinnya dan saya hari ini lebih banyak menggunakan bis 100 yang rutenya strategis.

Berliner Mauer
Saya naik trem M10 dari hbf ke tembok bekas tembok Berlin ini yang terletak di Bernauerstrasse Ragangan bekad tembok sepanjang 60m ini dipertahankan untuk menenang sejarah. Dari bekasnya tetlihat temboknya cukup tebal dan di lokasi juga ada beberapa keterangan tempat lainnya. Disini sebenarmya ada musium kecil tapi karena saya ngak punya cukup waktu maka saya hanya melihat bekas temboknya saja.
Btw kalau mau lihat tembok Berlin, selain disini ada juga East Side Galery di Mühlenstrasse.

Reichstag
Kunjungan ke Reichstag, gedung parlemen Jerman adalah tempat tang saya paling inginkan di trip ke Berlin ini. Beberapa bulan sebelumnya saya sudah booking via internet dan beberapa hari kemudian saya mendapat balasan undangan dan tertulis tidak menjamin bisa terlaksana jika ada tempat digunakan untuk sidang mendadak.
Saya memilih hari Sabtu jadi ada kunjungan siang kalau hari biasa hanya bisa malam. Peserta yang ikut tour keliling gedung parlemen ini cukup banyak dan kami dibagi beberapa group dan group saya yang pakai bahasa Inggris...kalau bahasa Jerman saya masih banyak gelapnya, nonton kartun anak-anak aja masih baru bisa sepertiganya ha..ha..
Di rombongan tour keliling gedung parlemen, saya serombongan dengan turis dari Israel dan Inggris...asli saya seperti kurkaci karena yang lain tinggi-tinggi.
Kami diajak keliling mulai dari pintu masuk sampai atau kacanya. Dari luar bangunan ini tampak seperti bangunan kuno tapi dalamnya modern tapi ada sentuhan sejarahnya. Saya suka dinding yang bekas runtuhan saat di bom tapi di modifikasi (tidak dihancurkan) menjadi artistik. Kaligrafi tulisan juga ngak dihapus tapi tampaknya diubah warnanya... Suasana gedung bagian dalam terasa tampak modern, jauh beda dengan bagian depan gedung yang klasik banget. Jadi tampaknya konsep pemnbangunan bagian dalam dibangun baru di dalam rangka dan dinding luar gedung bergaya lama. Inilah yang membuat saya lebih yakin menjuluki kota Berlin adalah kora yang tidak melupakan sejarah. Tapi mungkin bukan Berlin saja tapi semua kota di Jerman karena infonya banyak gedung-gedung yang di bom saat perang dunia ke 2 dibangun lagi utuh seperti aslinya.
Masih lanjut cerita keliling Reichstag... Kesempatan masuk gedung sidang adalah pengalaman yang paling berharga...secara masuk gedung DPR/MPR negara sendiri aja belum pernah ha...ha..
Yang menarik bangkunya tegak...asli bakalan anti ngantuk..layak dicontoh. Warna nya ungu dan ini ada ceritanya. Awalnya bangku abu-abu tapi katena anggota parlemen sering pakai jas abu-abu dan rambutnya juga banyak yang memutih sehingga rambut juga tampak abu-abu, maka digantilah warnanya menjadi ungu.
Anggota parlemen Jerman katanya tidak ada batasan umur. Saat ini range umur anggota parlemen 28-80 tahun.
Setelah itu kami diajak keliling ke ruang perpustakaan dan diajak berdiri di balkonnya yang bisa melihat Sungai Sprei dan pemandangan kota.
Terakhir naik ke Dome kaca seberat 1000 ton dan disini benar-benar puas bisa melihat seluruh kota. Dome kaca ini bukan hanya hiasan dan bisa buat jalan-jalan keliling liat pemandangan tapi juga untuk penerangan dan air hujan yang jatuh di dome ini disaring untuk kebutuhan air gedung ini.
Setelah puas keliling Reichstag, saya makan di restaurant di seberang jalam samping Reistag...enak juga makanannya.

Musium Insel
Saya naik bus 100 ke Musium Insel, lalu ikut boat tour. Boatnya mengelilingi sungai Sprei dan hampir sumua ikon kota Berlin terlihat. Duduknya antik pakai bangku plastik tapi ternyata ok, ngak bergeser sedikitpun bangkunya.
Di Musium Insel ada 4 musium, yang paling ok Pergamon, tapi karena masuknya ribet, jaket segala disuruh tinggal dan area musium lagi renovasi, jadinya saya batalkan masuk.
Pada masa perang dunia kedua, musium ini juga kena bom. Bagaimana nasib koleksinya? Aman, ternyata saat masa perang musium ditutup dan barang-barangnya disimpan di tempat yang aman. Lalu setelah perang barulah bangunan dibangun kembali, cukup lama katanya untuk barang-barang ini bisa tampil kembali.

Alexanderplaz
Saat saya ke tempat ini, pasar natalnya ramai, kiosnya banyak. Wilayah yang dulunya termasuk wilayah Jerman Timur ini, saat ini adalah pusat perbelanjaan dan ada jam dunia "Weitzeituhr"...bentuk jamnya sederhana tapi antik aja menampilkan semua jam di dunia.

Kadewe
Adalah shopping mall seperti di Harrods London tapi barang yang dijual masih lebih banyak tang terjangkau harganya...tapi saya ngak belanja juga sih disana he..he.. Makin sering jalan-jalan selera belanja saya makin hilang. Sampai hari ini baru beli 1 buku dan 1 pulpen.

Day 3, otw Zürich
Pagi-pagi saya naik kereta lanjut ke Zurich, Swiss. Rutenya Berlin-Basel-Zurich dan kereta Berlin-Basel harusnya ICE tapi kecewa deh diganti IC, kurang keren dah he...he... Tapi masih ok sih cuma lebih lama 10 menit aja. Smoga trip Zurich-Muenster-Amsterdam ICE nya sesuai skedul.
Dalam trip kereta Berlin ke Basel, saya ketemu doggy lagi naik kereta...1st class loh naiknya....doggy bulu putih keriting, lucu dia ha..ha..

Oleh Kumala Sukasari Budiyanto

Eropa Trip, Jerman & Swiss - Bagian 1 Persiapan

"Ich habe eine Traum, Urlaub mit Weihnachten verschneite Atmosphäre.
Saya memiliki sebuah mimpi, liburan dengan suasana Natal yang bersalju."
Itulah impian saya yang membuat saya memutuskan jalan-jalan ke Eropa. Saya memilih negara Jerman yang pasar natalnya banyak dimana-mana dan juga negara bersalju saat winter. Saya juga memilih Swiss untuk melihat salju abadi di pegunungannya. Negara Belanda juga akan saya kunjungi saat transit.
Untuk meraih mimpi perlu usaha. Menabung uang, nenabung saldo cuti dan tentunya berburu sarana transportasi dan akomodasi yang worthed...maksudnya apa yang kita dapat sebanding dengan uang yang kita keluarkan. Belajar bahasa Jerman, juga saya masukkan dalam daftar to do list sebelum wisata kali ini...walau saat berangkat baru kelas A1.2 di Goethe, ok lah bisa ngomong Jerman dikit-dikit...
Pada artikel bagian ini saya mau cerita bagaimana usaha saya meraih mimpi ini....

Berburu Visa Schengen
Visa Schengen adalah modal utama kita, warga Indonesia yang mau jalan-jalan ke Eropa. Saya memilih mengajukan visa melalui kedutaan besar Jerman karena negara utama yang saya kunjungi dalam trip ini adalah Jerman dan kantornya buka paling pagi jam 07.30 jadi saya ngak perlu cuti.
Jadwal penyerahan aplikasi harus dipesan jauh-jauh hari di web kedutaan https://service2.diplo.de/rktermin/extern/choose_realmList.do?locationCode=jaka&request_locale=en, saya memilih jam 07.30 di tanggal 3 bulan sebelum keberangkatan supaya saya masih banyak waktu untuk berburu tiket pesawat dan kereta.
Saya tiba di kedutaan Jerman yang terletak persis di sebelah hotel Mandarin Oriental, Thamrin, jam 7 pagi. Gerbang masih ditutup dan kita tidak bisa parkir mobil di dalamnya...Untung saya naik taxi.
Saat saya datang sudah ada 2 orang yang datang, belakangan muncul banyak orang...entah mereka kepagian atau bagaimana karena di setiap slot saya lihat hanya 5 orang tiap 30 menit...mungkin juga beberapa dari meteka yang daftar kelompok yang ada slot sendiri.
Menjelang jam 7.30 akhirnya pak satpam akhirnya membuka gerbang, kami yang berdiri di depan pintu dan ngak berdiri minggir di dekat gerbang disuruh baris bareng mereka...rada-radanya disuruh antri ke belakang. Saya protes, ahh dari tadi ngak ada petunjuknya dan saya dan 2 orang ini yang duluan datang loh dan di list booking an yang dibawa pak satpam tertera nama saya dan adik saya di no 1 dan 2... Pak satpam pasrah dan bilang untuk rapih aja berdirinya.
Pengecekan cukup ketat dan lama, tas dibuka-buka dan hp dititip di loker...untung saya tadi ngak pasrah disuruh antri ke belakang...bisa abis waktu ngak jelas.
Proses penyerahan berkas ngak lama dan karena saya isi fotm nya manual, petugasnya jadi yang ngetikin deh. Saat dia ngetik, kita disuruh duduk...di depan loket posisinya kita berdiri seperti beli karcis bioskop. Setelah selesai diketik, kita disuruh tanda tangan, dan scan 10 jari. Kalau foto mereka pakai foto yang kita bawa, beda dengan UK melakukan foto ulang.
Setelah selesai, saya diberkan 1 kertas tanda terima berisi nama saya dan adik saya serta 1 kertas nomor untuk pengambilam paspor dan visa kita. Kertas nomor jangan sampai hilang, karena nomornya sebagai petunjuk bagi petugas untuk mengambil paspor saat pengambilan. Saat saya ambil paspor, ada 1 bapak yang ditolak karena ngak bawa kertas nomornya. Petugas bilang kalau tidak ada nomor maka dia harus bukain paspor yang ada di box satu-satu untuk liat namanya.
Saat yang dinantikan tiba, pengambilam visa...prosesnya cepat, ngak sampai 5 menit...saya ambil paspor saya dan sata lihat visa tertempel. Langsung mata saya melihat ke arah masa berlakunya angka 11...ini 11 hari atau 11 bulan yah? Halah...11 hari...bener-bener pas ditanggal yang saya buat di itinerary. Yah...ngak apa-apa sih tapi kalau dikasih multiple 1 tahun kan lebih enak andai mau jalan-jalam lagi tinggal beli tiket saat promo seperti kalau saya mau je Aussie karena visanya dikasih multiple 3 tahun. Jerman sepertinya memang lagi ketat, mungkin karena saat ini lagi kebanjiran pengungsi.
Syarat dan penjelasan tentang aplikasi visa dapat dilihat di web kedutaan.
http://m.jakarta.diplo.de/Vertretung/jakarta/id/01_20Visa_20idn/02schengen/0-schengenvisa.html

Berburu Tiket Pesawat
Sebelum visa keluar, saya sudah berburu melihat web beberapa airline. Pilihan saya adalah KLM karena harga masih terjangkau. Ada juga airline lain yang lebih murah tapi bukan preferensi saya. Ada yang unik dari KLM, harganya turun naik untuk tanggal yang sama, entah dasarnya apa.
Saya sempat syok melihat harga tiket Jakarta-Amsterdam-Berlin dan Amsterdam-Jakarta seharga USD 1245, tapi untungnya saat Jumat sore (Senin siang visa saya keluar) harga tiket turun menjadi USD 1120 dan ada pilihan book usd 20 per tiket untuk harga tersebut. Pergumulan juga...akhirnya saya berdoa deh kalau saya book sore sambil saya makan di satu restaurant di puri mall yang biasanya sinyal jelek bisa lancar maka saya akan book. Eh tumben bisa....dan ngak nyesal deh karena visa keluar dan juga harga ngak ada yang segitu lagi.

Berburu Tiket Kereta
Perjalanan antar negara di Eropa bisa menggunakan pesawat maupun kereta. Saya memilih kereta karena berharap dapat melihat pemandangan.
Untuk naik kereta di Eropa ada tersedia pass tapi kalau naik keretanya tidak banyak maka akan lebih murah beli single tiket. Untuk perjalanan ke dan dari Jerman bisa beli di websitenya DB Bahn www.bahn.de dan belilah 3 bulan dimuka karena harga naik bisa 2 kali lipat kalau beli sudah dekat hari H nya.
Pilihan ada 1st dan 2nd class, saya pilih 1st class karena kalau beli jauh-jauh hari harga tidak terlalu beda.
Jerman terkenal dengan ICE nya tapi sayang trip pertama gagal naik ICE..tripnya yang lama pula, hari setelahnya baru dapat coba. Ada construction work kereta pertama saya diganti IC....hhmmm padahal waktu book sudah cari sebanyak-banyaknya pakai ICE.
Ok...demikian cerita persiapan perjalanan. Oh ya ada satu lagi, untuk transport di dalam kota, Zurich Pass bisa beli online tapi Berlin Welcome Card untuk beberapa warga negara termasuk Indonesia tidak bisa beli online, harus di ticket office.

Oleh Kumala Sukasari Budiyanto

Sabtu, 22 Agustus 2015

Menepi ke Titik Nol Kilometer Indonesia

Titik nol kilometer Indonesia membuat kami ingin terbang ke Aceh, tragedi tsunami 10 tahun yang lalu melanda wilayah ini juga menambah keinginan tahuan kami akan perkembangan kondisi daerah ini.
Jadilah kami menetapkan jalan-jalan ke Aceh saat Indonesia merdeka 70 tahun, tgl 17 Agustus 2015. Kami berangkat sabtu siang tgl 15 Agustus dan kembali ke Jakarta tgl 18 Agustus 2015 sore.
Wisata kami pusatkan di pulau Weh dimana titik nol kilometer Indonesia berada, 2 malam kami di pulau ini. Kami juga keliling kota Banda Aceh yang merupakan ibukota propinsi Aceh, menikmati kuliner adalah fokus utama yang dilakukan di kota ini sedangkan untuk menikmati tempat wisata seperti pantai atau sejenisnya tidak ada, disini adanya peninggalan sejarah seperti rumah Cut Nyak Dien dan tentunya beberapa tempat terjadinya tsunami yang saat ini dijadikan monumen atau situs yang bisa kita kunjungi.

Hari Pertama - 15 Agustus 2015
Kami terbang dengan pesawat Garuda Indonesia jam 12 siang, teman kami Mery yang dari Makassar terbang dari Makassar ke Jakarta di pagi harinya dan mendarat jam 10 pagi. Sempat deg deg an dengar range waktu penerbangan hanya 2 jam saja, beda terminal pula. Kami wanti-wanti dia agar bagasinya tidak masuk kabin karena bisa tambah lama.
Syukurlah lalu lintas bandara hari itu tidak macet dan shuttle antar terminal juga lagi tidak penuh, jadilah Mery berhasil datang di waktu yang pas dan sebelum boarding kami sempat makan, saya juga sempat mengambil jatah 1 gelas starbuck dari kartu kredit BCA.
Lalu lintas bandara ternyata memang agak sepi di jam 9-10 pagi, kalau lebih siang dan bahkan pagi buta malah macet seperti yang pernah saya alami sebelumnya.
Setelah terbang 3 jam dari Jakarta, mendaratlah kami di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh dan kami langsung berfoto di balik kaca dengan pemandangan atap bandara yang berkubah seperti masjid.
Kami yang wanita sudah siap dengan syal yang bisa dijadikan kerudung, untuk antisipasi, karena infonya simpang siur dan kebanyakan menginfokan harus pakai kerudung.
Saat di bandara ternyata tidak ada yang meminta kami memakai kerudung dan penduduk lokal tampak biasa saja melihat kami tidak memakai kerudung (lihat bagian cara berpakaian).
Kami dijemput oleh pak Hafid, yang ditugaskan oleh travel yang kami pesan untuk mengantar kami selama di kota Banda Aceh.
Di hari pertama ini kami diajak keliling kota dan singgah di beberapa tempat mengenang terjadinya tsunami 10 tahun lalu, dan tak lupa makan mie aceh.
Kota Banda Aceh tampak cukup ramai, jalannya bagus dan teratur dan yang takjub adalah orang-orangnya ramah....kondisi kota juga aman. Tampaknya dibalik kesedihan musibah tsunami, ada berkat kedamaian....katanya sejak saat itu tidak ada lagi "acara" tembakan-tembakan, tidak ada lagi pemberontakan...acara 17 Agustus disini juga lebih meriah dari di Jakarta loh....di hari kedua aja masih ada karnaval.
Kuburan Masal Siron
Kuburan masal korban tsunami ada di 3 tempat, yang terbesar di kuburan masal Siron yang terletak tidak jauh dari bandara. Di tempat ini dikubur 46,718 korban jiwa.
Walau sempat sedikit merinding tapi suasana kuburan yang seperti taman membuat nyaman dan kalau tidak ada papan petunjuk, orang yang pertama kali datang mungkin akan mengira ini taman dengan lapangan rumput yang cukup luas.
Kamipun berfoto-foto di beberapa titik di tempat ini.
Situs Kapal PLTD Apung
Kami takjub melihat kapal sebesar ini ada di tengah-tengah pemukiman. Kapal ini terseret dari laut ke lokasi ini dan menimpa beberapa rumah.
Kita bisa naik ke atas kapal ini dan berfoto-foto disana. Dari atas kapal terlihat pemandanagan kota Banda Aceh dan tampak beberapa genteng berwarna biru yang menandakan bahwa bangunan tersebut adalah sumbangan/bantuan dari berbagai pihak. Katanya, masyarakat yang membangun kembali rumahnya akibat tsunami juga mendapat bantuan dana.
Kapal ini katanya mesinnya sudah diambil, jadi tinggal kerangka. Kami jadi berpikir...ini asuransinya dengan asuransi mana yah...salvage-nya tidak dijual nih, tapi disumbangkan untuk dijadikan situs tsunami.
Makan Mie Aceh di Jalan Polem
Kami mencoba makan mie aceh goreng dan kuah, di rumah makan dimana pak Jokowi pernah makan saat kunjungan ke Aceh. Rasanya enak, pedasnya pedas lada bukan cabai. Harga juga relatif tidak mahal, yang dengan udang atau daging sapi sekitar Rp 15-20 ribu, sedangkan yang polos katanya cuma Rp 8 ribu.
Oh ya, daging sapi aceh rasanya beda loh...lebih lembut, jadi boleh dicoba jika sedang kulineran di Aceh.
Situs Kapal  diatas Rumah Lempulo
Saat terjadinya tsunami, kapal ini ada di tempat docking dan siap berlayar tapi Tuhan berkehendak lain, kapal ini terseret 1 km dari tempat docking ke tempat ini dan menyelamatkan 59 orang.
Masjid Baiturrahman
Kami ke tempat ini saat solat magrib. Ferry ditemani guide/supir kami sempat solat di tempat ini...kami bertiga, yang wanita, walau sudah pakai kerudung tidak boleh masuk sebelum solat selesai...jadilah kami nongkrong di pinggir masjid sambil melihat-lihat dan berkirim foto yang sudah berhasil kami jepret sejak siang tadi.
Makan duren di pinggir jalan
Kami berempat memang termasuk yang suka duren...jadi melihat duren di pinggir jalan, langsung nafsu walau makannya berdiri di pinggir jalan. Duren aceh enak juga, lembut dan legit, dengan kadar gas yang terasa cukup tinggi.
Bermalam di Hotel Hermes
Setelah makan mie ala pak Jokowi, kami menuju ke penginapan kami di hotel dimana pak Jokowi pernah menginap. Kata petugas hotel, saat pak Jokowi kesana dipasang karpet bagus tapi bapaknya ngak jalan di karpet, maunya jalan di tempat biasa.
Selain pak Jokowi, pak SBY dan pak Kalla juga pernah menginap disini.

Hari Kedua - 16 Agustus 2015
Setelah sarapan pagi dan berfoto di depan cafe Hotel Hermes kami berangkat ke pelabuhan Ulee Lheue dan naik kapal cepat yang pagi.
Kapal cepat dari pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh ke pelabuhan Balohan, Pulau Weh, ada 2 kali penyeberangan yaitu jam 9.30 dan 16.00 dan penyeberangan baliknya jam 08.00 dan 14.30.
Saat itu kapal cukup penuh, mungkin karena hari libur jadi banyak yang berwisata ke pulau Weh, pulau yang merupakan pulau vulkanik kecil dan di pulau ini ada 2 kota yaitu Sabang, kota yang terletak di paling barat Indonesia dan kota Balohan.
Setelah kami berlayar selama 30 menit kami tiba di pelabuhan Balohan dan kami dijemput oleh Rizal yang menjadi guide/ supir kami selama 2 malam di kota Sabang.
Titik Nol Kilometer Indonesia
Inilah tempat yang membuat saya pingin ke Aceh...ingin menginjakkan kaki disini. Jalanan ke tempat ini sudah beraspal tapi di beberapa titik jalannya kecil, hanya muat satu mobil padahal jalanan itu dipakai oleh 2 jalur pulang pergi. Dalam perjalanan beberapa kali kami juga bertemu monyet-monyet yang sedang bermain di jalanan.
Setelah sampai di monumen bertuliskan Kilometer Nol Indonesia, kami langsung berfoto. Fotonya antri jadi saya hanya berfoto di depannya dengan latar banyak orang he...he...
Tugu kilometer nol sedang diperbaiki jadi tidak naik kesana...kamipun tidak jalan ke arah dalam yang katanya banyak monyet dan babi hutan.
Biasanya di tugu ini kita bisa membuat sertifikat yang menyatakan kita pernah ke tempat ini, tapi katena sedang di pugar jadi tak tahu harus minta dimana (hi..hi...tapi untungnya tour kami sidah menyiapkannya dan diberikan ke kami saat malamnya).
Kamipun sempat minum kelapa muda di warung di dekat tugu nol kilometer. Kelapanya enak, apalagi diminum saat dahaga seperti ini.
Di dekat warung yang berada di tepi laut ada area sedikit terbuka dan ada bendera....entah siapa yang menaruhnya....dan langsung saja kami pakai untuk berfoto dan fotonya buat profile bb buat besoknya tgl 17 Agustus deh.
Pantai Gapang
Sebelum kesini kami ke pantai Iboih, tapi karena parkiran penuh dan turun hujan gerimis maka kami skip dulu dan melanjutkan perjalanan ke arah pantai Gapang.
Disini katanya besok 17 Agustusan, para marinir membuat acara disini...menanam terumbu karang.
Sebelum kami lanjut ke Sabang Fair kami nongkrong di kedai kopi dan belanja beberapa oleh-oleh dan kaos bertuliskan dan berpeta pulau Weh yang akan kami pakai esok harinya.
Ngopi di Cafe de Sagoe
Kami ngobrol disini cukup lama, ngobrol ngalor ngidul sambil menunggu hujan. Kopi sanger menjadi pilihan kami, kopi dengan susu manis tapi tidak semanis kopi susu biasanya. Kami juga mencoba mie goreng aceh. Martabak aceh yang membuat kami penasaran sejak malam sebelumnya, menjadi menu yang wajib dicoba, kami pesan 2 martabak isi 2 telur untuk kami makan bersama.....kebayangnya banyak kan yah....tapi nyatanya....kecil banget, ini martabak tepatnya disebut telur dadar he...he.... Cara membungkusnya unik, digulung!
Sunset di Sabang Fair
Pemandangan sunset di Sabang agak unik, beda dengan sunset di Bali atau di wilayah arah timur Indonesia yang mataharinya tampak membulat. Disini merahnya berpencar diantara birunya langit. Sepanjang perjalanan menjelang sunset sudah tampak pemandangan seperti itu, dan yang paling cantik di Sabang Fair ini. Mungkin bentuknya seperti ini karena letaknya yang lebih ke barat...
Nama tempat ini ada Fair nya, tapi jauh beda dengan Jakarta Fair yah he...he... ini tempat menikmati pemandangan laut dan tersedia beberapa gazebo untuk duduk-duduk.
Malam Tak Terlupakan
Ini pengalaman kami yang tak biasa sehingga kami menyimpulkan jika check in hotel jangan sudah larut malam jika belum mengenal hotel yang akan kita tinggali, saat tiba segera check in dahulu sehingga ada waktu jika diperlukan perubahan. Ceritanya saat tiba di suatu hotel yang sudah di reservasi sekitar jam 9-10 malam, kami disambut keheningan, petugasnya ngak tahu ada dimana. Setelah ketemu petugasnya dan menanyakan kamar, dua teman kami sudah mulai resah merasakan aura begituan. Petugas bilang kami dapat 1 kamar di depan dan 1 di belakang....alamak. Kami protes minta yang lebih depan....dan setelah petugas telepon atasannya akhirnya dapat juga 2 kamar di depan...tapi pas kami mau cek kamarnya dulu...jreng...jreng...ada terdengar suara.....ha...ha...kami ber-3 langsung lari deh....tapi 1 teman kami jalan dengan santainya, bingung lihat kami ber-3  lari ha....ha....
Akhirnya kami minta pindah hotel saja biar lebih nyaman. Untunglah masih ada kamar di hotel lain karena orang yang pesan kagak datang-datang dan di telpon berkali-kali ngak diangkat. Tapi setelah kami check in beberapa jam, tampaknya orangnya datang tapi jadi sudah ngak bisa lagi.
Di pulau Weh, kalau booking hotel ngak bayar dulu, akibatnya seperti ini. Kami juga awalnya dijanjikan hotel lain tapi saat dikonfirmasi seminggu sebelum kedatangan dibilang ngak tercatat, kami minta travelnya ngotot juga ngak bisa karena sistim booking seperti ini. Namun syukurlah kami akhirnya 2 malam di pulau Weh bisa menginap di hotel lainnya yang tidak dicalonkan dari awal....tour mungkin tidak pilih ini karena letaknya jauh dari pemandangan, tapi hotelnya rapih dan kami aman-aman saja disana karena lokasinya di tengah pemukiman penduduk....namun kejadian mati lampu disini sempat membuat grogi...ada genset sih tapi pas pergantian kan gelap ha...ha....

Hari Ketiga - 17 Agustus 2015
Sabang Fair
Karena penasaran dengan pemandangan saat terang, maka pagi-pagi sebelum keliling ke tempat lainnya kami berfoto di disini dan pakai kaos seragam yang kami beli di kemarinnya di kota Sabang. Murah kaos nya hanya Rp 45 ribu dan Rp 55 ribu untuk ukuran yang besar, bahannya lumayan bagus juga dan yang penting ada peta pulau Weh di kaos ini.
Pantai Sumur Tiga
Pantai ini menurut saya adalah pantai yang paling cantik di pulau Weh dan termasuk pantai yang tercantik yang pernah saya lihat. Pantainya panjang dan di 3 titik lokasi terdapat sumur yang ajaib....kenapa ajaib? karena airnya tawar, kami sudah mencobanya!
Saat menikmati pantai cantik ini kami jadi berkomentar, ini cantik-cantik saat tsunami kan ikut ngamuk juga kan yah... Iya bener, tsunami juga terjadi di kota Sabang, walau korban jiwa tidak banyak (katanya 10 orang) tapi jalanan banyak yang rusak.
Bunker Jepang
Dari atas bungker Jepang ini, pemandangan pantai Anoi Itam tampak cantik, air lautnya bergradasi dan disini ada pohon yang bibitnya diambil dari Jepang.
Untuk menuju ke bungker, kita perlu sedikit berjalan dan menaiki beberapa anak tangga.
Makan siang di Ruangan yang pernah dipakai Pak Jokowi
Kami kembali makan siang di Cafe Kencana, ketagihan dengan masakannya yang enak dan harganya relatif murah. Tapi hari ini istimewa, karena kami datang lebih awal maka kami kebagian menempati ruangan makan ber-AC yang pernah dipakai pak Jokowi saat makan siang di acara kunjungan beliau ke kota Sabang beberapa waktu yang lalu. Kami juga makan es yang oleh penjualnya dinamakan es Jokowi, es sirop dengan cingcau hitam, pepaya dan blewah.
Balohan Hill
Dari atas bukit ini kita bisa melihat pemandangan pelabuhan Balohan dan dari kejauhan tampak kota Banda Aceh. Di tempat ini salah satu teman kami ada yang mau nekat naik keatas pagar agar dapat foto yang lebih bagus...tapi kami bujuk agar jangan nekat, takut jatuh....high risk tapi ngak high return ha....ha...
Danau Aneuk Laot
Danau ini menurut saya biasa saja tapi karena sedang acara 17 Agustusan jadi menarik juga...ada yang lomba dayung.
Pantai Iboih
Setelah gagal mampir di tempat ini kemarin karena gerimis dan parkiran penuh. Hari ini kami kembali ke tempat ini karena masih ada waktu. Kali ini dapat parkir tapi sempat terusir juga ke pojokan.
Dari pantai ini, kita bisa naik kapal ke pulau Rubiah dan snorkling disana. Tapi lihat kapalnya seperti di foto, kami memilih jalan-jalan saja di pinggir pantai...ngak jago berenang soalnya he..he...
Disini kami lihat banyak turis asing yang hendak diving dan ada pemandangan lucu melihat tante bule pakai daster mengendarai motor, tanpa alas kaki pula he...he....
Bersantai di Cafe de Sagoe
Kami kembali bersantai disini, minum kopi, makan mie goreng aceh dan martabak, tapi kali ini kami tidak sok imut lagi...pesannya 1 orang 1 martabak telor 2.

Hari Keempat - 18 Agustus 2015
Hari ini kami bangun pagi. Jam 6.30 sudah sarapan karena mau naik kapal yang jam 8 pagi. Kapal yang kami naiki kali ini tidak sebesar yang saat berangkat. Kapal mungkin kapasitas 200 orang, kalau saat berangkat kami naik kapal yang kapasitas 400 orang.
Setibanya kembali ke Banda Aceh, kami lanjut keliling kota Banda Aceh dengan ditemani kembali oleh pak Hafid.
Musium Tsunami
Musium ini menyajikan kenangan sekaligus pembelajaran tentang tsunami. Saat kami datang, ada beberapa tempat sedang direnovasi. Sumur doa dan lorong tsunami yang ingin kami kunjungi sedang ditutup.
Kami disini sempat menonton video saat bencana tsunami. Ada hal yang menarik dan saya baru tahu saat nonton film ini, yaitu saat proses recovery ternyata selain banyak bantuan dari luar negeri, juga bantuan dari gajah-gajah yang turut ambil bagian mengangkut puing-puing....gajah-gajah ini seperti gajah di Lampung, ada pelatihannya di satu daerah di Aceh.
Kami juga melihat beberapa diorama dan ada 1 diorama yang menggambarkan bentuk air tsunami....huh, tinggi banget dibanding tinggi manusia dan bentuknya seperti tangan ingin menangkap sesuatu....
Diorama lainnya menggambarkan wilayah kota Banda Aceh sebelum dan sesudah tsunami....terlihat banyak sekali yang terkena tsunami.
Makan Ayam Tangkap
Salah satu makanan khas aceh adalah ayam tangkap. Kenapa disebut demikian karena ayam gorengnya disajikan dengan ditutupi daun dan cabai hijau yang digoreng. Daun yang digunakan adalah daun kari atau disebut juga daun salam koja.
Kami makan ayam tangkap di rumah makan Ustad Hery, yang juga menyajikan menu ayam dengan bumbu seperti rendang dan telur asin yang nikmat rasanya.
Rumah Cut Nyak Dien
Saat kami kesini, tempat ini sedang ditutup jadi kami hanya bisa melihatnya dari balik pagar. Rumah panggung ini adalah replika karena rumah aslinya sudah hancur.
Berfoto di depan Pagar Masjid Baiturrahman
Akhirnya kami berhasil foto dengan latar masjid Baiturrahaman dan pekarangan mesjid saat itu tampak sedang dilakukan beberapa pembangunan prasarana.
Masjid yang cantik ini berdiri sejak abad 18 dan tetap berdiri kokoh saat tsunami, padahal disekitarnya hancur. Selain mesjid ini juga ada mesjid lain yang tetap kokoh berdiri saat di landa tsunami.

Kami juga melewati Gereja Khatolik Hati Kudus, satu-satunya gereja khatolik di Banda Aceh. Gereja yang dibangun sejak masa kolonial Belanda ini juga tetap kokoh berdiri saat terjadinya tsunami.

Belanja Oleh-oleh
Kami belanja oleh-oleh di Toko Pusaka Souvenir di Jl. Sri Ratu Safiatuddin. Disini dijual tas khas Aceh, kain katun motif batik Aceh, kopi, kue-kue kering seperti dodol dan lontong paris, aneka souvenir seperti gantungan kunci juga dijual disini.

Kami juga mencoba ngopi di Banda Aceh di Solong Coffee yang mana pak Jusuf Kalla pernah ngopi. Disini ada istilah kopi penuh yang disajikan di gelas, kopi pancung yang disediakan di cangkir dan kopi mini yang lebih kecil lagi cangkirnya. Aneka kopi yang dijual juga beragam, dan kopi khas aceh, kopi sanger tentu dijual disini, tapi rasanya lebih manis dari yang di De Sagoe, Sabang.

Sebelum ke bandara kami mampir ke kios batu akik di pinggir jalan....karena 2 teman kami masih penasaran belum berhasil membeli bongkahan batu. Padahal dari hari pertama di Aceh, setiap harinya ada saja kios atau toko batu akik yang dihampiri...korban batu akik ha...ha... Batu akik Aceh itu cantik juga, hijau seperti giok, ada juga yang merah yang namanya batu merah delima, namun belum sepopuler yang hijau.

CATATAN
Tata Cara Berpakaian
Di Aceh, kesopanan berpakaian selayaknya kita hormati khususnya bagi kaum wanita, karena penduduk lokal disini mayoritas berpakaian muslimah. Bagi wanita gunakanlah rok panjang atau celana panjang yang tidak ketat, dan untuk atasan juga jangan ketat dan harus berlengan sebaiknya tangan panjang tapi jika di pulau Weh tidak tampak aneh jika kita pakai baju berlengan sesiku. Lalu untuk kerudung, wajib dipakai di dalam tempat ibadah.
Alamat Rumah Makan yang kami kunjungi selama trip ini:
Kencana Café, Jl Cik Ditiro, Ie Muelee, Sabang
De Sagoe Kupi, di persimpangan Jl Yos Sudarso dan Jl Diponegoro, dekat mesjid Babussalam, Sabang
Warung Nasi Ustad Hery, Jl Teuku Umar, Banda Aceh
Mie Aceh, Jl Polem, Banda Aceh
Solong Coffee, Jl Soekarno Hatta, Banda Aceh
Bagaimana cara keliling Banda Aceh dan pulau Weh?
Ikutlah tour lokal. Saya memesannya via www.travelawan.com 

Demikianlah cerita trip kami selama menepi di kota yang terdekat dengan titik nol kilometer Indonesia. 

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto