Sabtu, 30 September 2017

Melepas Kangen dengan Kota Melbourne

Tiga belas tahun telah berlalu sejak pertama kalinya saya menginjakkan kaki di kota ini. Kota yang tenang dan banyak bangunan klasik sangat memana hati saya sehingga saya berkeinginan balik lagi ke kota ini. Apalagi, dulu walau 2 minggu disana, saya hanya keliling kota dan ikut day tour ke Philip Island dengan bermodalkan uang saku dari kantor.
Kali ini, saya pergi dengan “modal sendiri” yang asalnya dari kantor juga alias uang gaji saya. Saya pergi di long weekend, jadi modal 1.5 hari cuti dan dapat 4 hari 2 malam trip.
Terlalu singkat? Ngak juga ....tapi ada pengorbanan tidak tidur pulas karena 2 malamnya harus tidur dengan posisi duduk di pesawat. Tapi buat saya ok aja, demi melihat Great Ocean dan kota Ballarat yang tiga belas tahun lalu ngak sempat saya kunjungi.


Hari ke 1

Siang hari saya berangkat ke airport dan jalanan di Jakarta lancar karena hari itu hari libur. Pesawat SQ yang kami naiki boarding on time tapi take off nya terlambat. Hhmmm macet di area take off ngak efek dengan hari libur, beda dengan jalan raya he...he...
Karena take off terlambat, maka jarak waktu ke penerbangan selanjutnya jadi mepet. Saya jadi belum sempat menukarkan free voucher changi dan langsung ke area boarding pesawat SQ menuju Melbourne.


Hari ke 2

Pagi jam 7 an saya mendarat di Melboune Airport. Pemeriksaan imigrasi tampak lebih tidak terlalu ketat dibanding beberapa kota lain di Australia yang saya kunjungi.
Kemudian kami ke visitor center di bandara untuk membeli Myki Card, kartu transportasi-nya Melbourne.
Untuk menuju kota jaraknya lumayan jauh dan jika naik taxi akan cukup mahal, jadi kami naik Skybus yang tiketnya sudah saya beli online (jika beli di lokasi juga bisa, harganya sama A$19 per orang sekali jalan). Ada 3 rute bis dan saya yang menginap di tengah kota memilih rute city dimana bus akan berhenti di Southern Cross Bus Station. Kemudian kita naik Skybus Hotel Transfer gratis ke beberapa hotel dan hotel saya menginap Grand Mercure Swanston termasuk yang bekerjasama dengan Skybus.
Setelah sampai di hotel, saya titip koper lalu langsung jalan ke arah Flinders Station. Kami sempat makan pastel di kios dekat Flinders sebelum naik kereta dari Flinders ke Southern Cross lalu berganti naik kereta 1.5 jam an menuju Ballarat.

Sovereign Hill, Ballarat
Selama perjalanan tampak pemandangan padang rumput yang lumayan menyegarkan tapi karena tadi malamnya tidur ngak puas karena tidur di pesawat, saya sesekali tertidur...untung ngak tertidur beneran he...he...
Sesampainya di stasiun Ballarat, pemandangan klasik mulai terasa. Bangunan stasiun dipertahankan seperti pada masa abad yang lalu di saat kota ini berjaya sebagai kota tambang emas.
Dari stasiun, kami hendak naik bis khusus Sovereign Hill tapi tidak ada tanda-tanda kapan akan datang, jadinya kami naik bus no 21 yang haltenya di depan stasiun. Sekitar 15 menitan naik bus, kami tiba di Sovereign Hill, yang merupakan musium hidup yang menggambarkan kehidupan pada tahun 1851 saat tempat ini menjadi pusat penambangan emas.
Souvereign Hill ini dibuka sebagai musium pada tahun 1970. Tiket masuk agak mahal tapi ok lah buat menutupi rasa penasaran. Disini asyiknya kita bisa melihat orang-orang yang memakai baju tradisional pada masa itu, bangunan-bangunan klasik pada masa itu juga tetap dipertahankan termasuk kantor pos.
Disini juga ada beberapa restaurant, kami makan di New York Cafe, enak juga makanannya dan ngak mahal. Di tempat ini juga ada photo studio, tapi sayang harus booking sehari sebelumnya karena full. Tour masuk ke gua tambang juga ada tapi saya ngak ikut karena sudah pernah merasakan masuk tambang underground batubara dan rasanya gimana gitu....
Kami juga sempat melihat parade pasukan tentara berbaju merah, ngak semewah parade tentaranya ratu Inggris tapi cukup menghibur untuk mengenang masa lalu.
Kuda-kuda dan keretanya juga ada disini, menambah kental suasana dimasa lalu. Kudanya lucu loh, bulu kakinya gompyok banget...sepertinya sih asli tapi ragu saya karena baru liat kudu berbulu kaki gompyok banget seperti pakai celana cutbrai.
Diseberang lokasi kota tambang ada Gold Musium yang menggambarkan kondisi saat itu dan contoh-contoh emas. Di tempat ini juga ada toko yang menjual sovenir dan perhiasan berlapis emas. Ada liontin yang unik yang berisi bunga emas...emas yang masih belum dipadatkan.
Setelah itu kami menunggu bis no 21 di halte dan jadwalnya masih 30 menit lagi. Saat menunggu, supir modil antar jemput Sovereign Hill yang baik hati menghampiri kami dan mengajak kami ikut mobil shuttle. Untuk ikut shuttle ini, karena dengan jan kereta jarak waktunya ngak terlalu lama.

Melbourne Shopping
Sesampainya di kota, kami jalan-jalan di sekitar hotel kami yang letaknya ditengah pertokoan, ada Myer, Zara dan David Jones di Bourke Street Mall. Tapi keliling-keliling, ngak nemu yang mau dibeli. Kami akhirnya makan di jalan di belakang hotel yang merupakan jalan menuju area China Town nya Melbourne.


Hari ke 3

Hari ini seharian kami ikut Great Ocean Tour. Kami dijemput bis AAT King tour di hotel jam 7.30 lalu menuju Flinders Square untuk berganti bis yang akan mengantar kami seharian jalan-jalan.
Dari melbourne menuju ujung jalan Great Ocean lumayan jauh sekitar 1.5 jam perjalanan.
Setelah melintas 40 km dari ujung start Great Ocean Road, kami berhenti di Memorial Arch untuk mengenang para pembuat jalan sepanjang 243 km di pinggir samudra Australia ini. Jalanan ini dibuat oleh 3000 an orang pekerja dan pembangunannya cukup lama dari tahun 1919 sampai 1932. Lalu pada tahun 1962 ditetapkan sebagai salah satu ikom pariwisata.
Di tempat ini baru ada plank Great Ocean Road seakan disini baru dimulainya jalan yang bernama Great Ocean Road padahal ini sudah jalan ke 40 km.
Kemudian perjalanan berlanjut ke Apollo Bay untuk makan siang. Disini banyak tempat makan, katanya yang khas Pie Isi Scalop dan ice cream, tapi saya yang perlu dosis makanan kenyang dan adik saya yang mulai mual karena jalanan berkelok-kelok, memilih makan fish&chip dan minum hot english breakfast tea.
Setelah sejaman disini, kami berkumpul lagi di bis, tapi ada sepasang suami istri asal Perancis yang entah kemana. Guide menelpon kantornya dan meminta orang kantormya mencoba menghubungi kedua orang ini. Ternyata katanya mereka bias dengan logat bahasa inggris guide nya, mereka salah dengar jam ngumpulnya. Hhmm, apa iyayah...bisa juga sih. Brarti lebih efektif gayanya guide di Otaru yang ngak bisa bahasa Inggris dan memakai papan tulis untuk menginformasikan jam kumpul.
Perjalanan berlanjut setelah terlambat 30 menit menunggu kedua orang itu. Kali ini pemandangan perjalanan didominasi oleh dereran pepohonan. Kemudian barulah memasuki area ocean lagi yang memiliki pemandangan bebatuan yang unik dan merupakan area Port Campbell Nationaal Park.
Lokasi pertama adalah Twelve Apostles. Tidak jelas kenapa disebut ada twelve (dua belas), mungkin dahulu ada 12 batu yang unik disini. Tapi terakhir cuma ada 9 dan hari ini cuma ada 7, sepertinya ada yang terhempas terkena ombak dan angin. Angin disini lumayan kencang, rambut sayapun terasa diajak terbang meninggalkan kulit kepala...untung ngak copot...he..he... di lokasi ini kami Cuma diberi waktu 45 menit, padahal memandangi Twelve Apostle sangat asyik. Hhmmm, mungkin orang tour nya takut kita masuk angin kali yah jadi dikasih waktu dikit he...he...( bukan sih, ini karena jadwal pamer alias padat merayap).
Kemudian kami lanjutkan perjalanan ke Loch Ard Gorge yang letaknya dapat ditempuh 3 menitan dari Twelve Apostle, tempat yang memiliki 3 batuan besar yang hampir berhimpitan seperti 2 daun pintu ke arah ocean.
Tempat ini dinamakan Loch Ard Gorge untuk mengenang kapal jenis Loch Ard yang bernama Gorge yang karam di Muttonbird Island yang tidak jauh dari tempat ini pada 1 Juni 1878 setelah 3 bulan berlayar dari Inggris. Dari 54 penumpang hanya 2 pasangam muda Tom Pearce dan Eva Carmichael yang selamat.
Menikmati tempat ini bisa dari atas atau turun sampai ke bawah dengan menuruni anak tangga lalu jalan sedikit diatas pasir menuju tepi pantainya.
Terakhir sekitar 1 menitan berkendara, adalah London Bridge atau disebut juga London Arch adalah batuan unik yang berbentuk seperti jembatan. Dahulu kedua batuan ini, batu yang didekat daratan dan batu yang ada lubangnya ini menempel tapi tingginya ngak sama seperti anak tangga, tapi pada 15 Januari 1990 terhempas sehingga keduanya tidak menyatu lagi.
Alam memang bisa berubah apalagi disini yang ombak dan anginnya kencang, batu yang keras dan besar pun sanggup diubahkan.
Hhmm...itulah mengapa saya pingin banget kesini. Ini aja Twelve Apostle nya udah tinggal 7.
Btw untuk wc dan fasilitas makanan dari 3 lokasi ino hanya ada di Twelve Apostle.
Setelah puas dan badan terasa sudah menyerap angin great ocean, bis kami melaju balik ke kota Melbourne melalui jalan yang lain yang dapat ditempuh dengan waktu yang lebih singkat. Kami sampai di kota jam 8.30 an. Kami tidak diturunkan persis di depan hotel karena malam jumat ramai banget di jalanan sekitar pertokoan di Swanson dan Bourke Street. Kami jalan sedikit dan kemudian makan di hotel, lumayan banget dapet diskon 50% pakai kartu member Accor.


Hari ke 4

Hari ini kami bangun agak siang. Acara pertama ke Hosier Line, gang kecil yang penuh coretan kaligrafi, yang teretak kurang lebih dibelakang St Paul Cathedral.
Coretan-coretan gaya bebas ini jika dilihat mata tampak seperti coret-coretan yang ngak rapih tapi kalau di foto cakep loh...
Setelah itu kami ke Hillsong Church, minggu itu gereja pindah ke Comedy Theater di Exhibition Street jadi kami jalan lumayan. Hari itu inti khotbah ngak banyak karena mereka sedang promosi mengajak jemaatnya mengenbangkan Hillsong TV. Intinya hanya “growth and spread”...bertumbuh dan berbuah. Gereja setelah berkembang harus menyebar dan cara mereka mau menyebar dengan media TV. Senang juga, mendengar Hillsong TV sudah masuk di puluhan penjara di amerika belum lagi di ribuan rumah-rumah yang bisa mengakses nya.
Dari gereja kami makan sebelum menuju Fitzroy Garden, taman yang luas dan cantik yang sudah ada dari abad ke 18. Sayapun bernostalgia di beberapa tempat di taman ini dimana 13 an tahun lalu saya pernah berada di tempat yang sama. Bangku di belakang observatory dengan latar pohon-pohon tinggi adalah spot kenangan saya.
Hari itu kami sempat ke Cooks’ Cottage yang 13 tahun lalu entah kenapa bisa lolos ngak saya kunjungi saat berkunjung ke Fitzroy Garden. Cooks’ Cottage adalah rumah masa kecil Captain James Cook yang berjasa bagi kerajaan Inggris dalam menemukan daerah koloni barunya di selatan yaitu New Zealand dan Australia. Rumah ini pada tahun 1934 dibawa ke Melboune oleh Sir Russel Grimwade sebagai hadiah yang sangat berharga dan rumah ini menjadi rumah tertua yang ada di Australia. Di tempat ini keinginan berfoto dengan baju tradisional saat di Ballarat terobati, disini malah lebih murah. Dengan membayar tiket masuk a$ 6.5 sudah termasuk boleh pinjam kostum untuk berfoto.
Di bagian belakang rumah juga ada diputar video dokumentary tentang Captain Cook tapi saya ngak bisa nonton full dan akhirnya saya beli dvd film nya. Setelah nonton di rumah, saya mendapat beberapa kesan. Pertama, anak dari bukan keluarga kaya tetap punya kesempatan menjadi besar seperti Captain Cook yang hanya anak petani bisa jadu Captain yang bukan sekedar Captain tapi berjasa bagi negaranya untuk mendapatkan daerah koloni. Captain Cook dan tim lah yang membuat peta New Zealand dan Australia. Mereka juga melukis setiap apa yang mereka lihat dan dilaporkan ke raja George III yang saat itu berkuasa (kalau sekarang enak yah, foto terus di wa atau email deh he...he..).
Kedua, saya sedih melihat Captain Cook harus tewas di Tahiti. Di film digambarkan suku asal New Zealand lebih ramah tapi suku asal Australia lebih agresif. Di Australia, kapal mereka bersandar beberapa kali di Tahiti dan ada satu saat suku asal mencuri bayi kambing. Captain Cook marah karena mereka tidak mau ngaku da  membakar rumah serta kano mereka. Inilah bibit kekesalan suku asal tempat ini sehingga kedatangan berikutnya Captain Cook ngak disambut lagi. Ya, berat memang untuk menerapkan ketertiban, kebablas sedikit saja malah sang penegak ketertiban terlihat kejam. Pahitnya kapal mereka perlu diperbaiki jadi mereka berjuang bertahan di wilayah itu, tapi sayang sang kapten ikut tewas karena kalau dilihat di film sang kapten melindungi anak buahnya, dia yang berada di depan.
Ketiga, Great Barrier Reef yang cantik pernah membuat kapal Captain Cook rusak, karangnya menembus dinding kapal. Hhmm..yang cantik ngak salah salah bisa membahayakan ha..ha...
Balik ke laptop...eeehhh Fitzroy Garden....bunga-bunga di tempat ini banyak yaang cantik dan udara segarnya sangat terasa.
Kami juga sempat ke cafe di lokasi visitor center, enak juga makan kue dan teh, sambil berteduh dari hujan gerimis. Tapi yang namanya Melbourne, dari dulu sampai sekarang cuaca cepat berubah, ngak ada 15 menit berubah, matahari bersinar lagi.

Melbourne Shopping
Dari Fitzrroy kami balik ke arah hotel dan penasaran mencari jaket bulu angsa diskonan. Di Myer ada tuh diskon 50% tapi harganya ngak salah ketik kali yah...a$ 1500. Mahal banget, akhirnya kami nemu 1 jaket light down panjang di Uniglo yang ngak ada di Jakarta, harganya a$ 150 an dan ini masih wajar untuk harga jaket bulu angsa panjang tapi kalah murah dengan yang saya beli di Jerman yang cuma ekuivalen setengah harganya karena waktu itu diskon 50%.
Selama di Melbourne, saya melihat jumlah gelandangan di pinggiran toko lebih banyak dari 13 tahun lalu. Mereka ini tidaj kumuh-kumuh amat tampilannya tapi ngak punya rumah dan kebanyakan mereka ditemani doggy dan doggy nya lumayan gemuk...kalau baca berita tempat makan ada disediakan dinas sosial tapi tempat penampungam kurang. Sayang yah, harus ada pemandangan ini, kalau di Sydney, Perth, Adelaide, Brisbane dan Gold Coast yang saya kunjungi 1-3 tahun terakhir ini, ngak ada pemandangan ini.

Kami kembali ke hotel, ambil koper dan tukar baju lalu menunggu jembutan Skybuss Hotel Transfer yang sudah kami pesan tadi pagi melalui reseptionis hotel. Ada 8 orang ternyata dari hotel ini yang mau naik Skybus. Hotel Mercure Swanson yang strategis ini memang ramai dan kru Garuda Airways menginapnya juga disini.
Sesampainya di Southern Cross saya beli tiket dari mesin lalu naik ke bus yang saat itu lumayan ramai.
Tiba di bandara, angin bertiup kencang mengakhiri perjalanan kami di Melbourne.

Oleh Kumala Sukasari Budiyanto










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.